Friday, December 23, 2011

rapel.


bismillah..

ada dua kata yang benar adanya di dunia. hitam dan putih. hitam, lekat dengan arti yang buruk, gelap, penuh dengan kejahatan. sedangkan putih, lekat dengan arti yang bagus, suci, bersih, penuh dengan kebaikan. memang, hitam dan putih itu bertolak belakang, dan memang terkadang setiap insan di dunia itu harus memilih antara hitam dan putih. ya, lagi-lagi harus memilih, antara yang baik dan buruk. begitu adanya.

lalu ada sebuah pergeseran, ada yang berkata, hitam itu tidak selamanya berarti hitam, dan putih pun tidak selamanya putih. mengapa? karena kedua warna itu hanya kamuflase. hitam tidak selamanya bersifat hitam, terkadang ada titik-titik warna putih di sebagian warna hitam, begitu juga dengan warna putih. lalu untuk apa harus memilih antara hitam dan putih? entahlah, untuk memperkuat jati diri mungkin, atau untuk memperkuat nyali otak untuk menghadapi hidup keras dunia. mungkin saja.

bilanglah, ada seorang insan yang sudah memilih jalur putih sejak balita. lalu seiring pertumbuhan, pengalaman hidup, ada titik-titik hitam yang berjatuhan mewarnai lembaran putih insan ini. hujan hitam ini berjatuhan dengan deras, hingga insan ini pun terjatuh, bahkan tenggelam dalam dunia warna hitam. hitunglah, satu tahun berada dalam gemerlap warna hitam menggoda. memang, hitam itu penuh dengan nikmat dunia, penuh dengan riang gembira tanpa beban, hidup ringan tanpa arah, begitulah gambaran singkat kehidupan dengan warna hitam. hanya satu yang terlupakan, ketika menginjak hidup warna hitam ini, insan ini terlupa akan maksud arti kata hitam, sehingga hitam pun terasa bagaikan warna putih. apa daya, insan ini terlena, sungguh terikat dengan sempurna oleh warna hitam. mau apalagi, hanya kesadaran dan hati kecil yang bisa membantu insan ini untuk tersadar bahwa hitam itu bukanlah putih. bukan. tinggal menunggu waktu.

lalu ada lagi cerita mengenai pergeseran makna. taukah, tabu? tabu itu merupakan suatu hal cukup sakral, atau cukup dilarang untuk dilalakukan atau diperbincangkan, sesuatu yang sangat sulit bahkan untuk sebagian orang yang menganggap suatu hal yang tabu untuk dibicarakan. ya, tabu. katakan, dalam satu hari, terjadi dua hal tabu yang sulit untuk dicerna oleh otak, bahkan tiga hal. tabu, sesuatu yang sangat tabu, dimana hal tersebut tidak pernah terkirakan, terpikirkan, terhitungkan untuk terjadi di dunia nyata yang cukuo keras ini. tabu memang. dan ternyata hal tabu ini memang benar adanya ada dalam hidup nyata.

bodoh sih. sebenarnya bukan hal tabu ini yang harus disalahkan, tapi salahkan lah otak dan nyali ini yang memang tidak ingin menerima keberadaan hal tabu itu. apa mau dikata, hal tabu ini terjadi begitu cepat, cepat sekali, sehingga dengan mudahnya menggeser makna kata tabu menjadi suatu yang tidak tabu. ya, tiga hal tabu yang terjadi sudah berubah menjadi hal yang tidak tabu, hal yang biasa, biasa terjadi di dunia nyata yang keras ini. terkejut memang. tapi, apa mau dikata?

mari dilanjut lagi, sekarang ada sebuah cerita mengenai sebuah rasa tidak puas, gagal akan suatu hal yang diharapkan, namun terjadi. ya, mungkin singkat kata sebut saja rasa kecewa. sebuah rasa yang terasa di saat menginginkan sesuatu, namun hal yang didapatkan tidak sesauai dengan pengharapan atau ekspektasi yang diinginkan, ya kecewa. coba katakan, terakhir kali merasa kecewa sangat amat dalam itu terjadi di saat menginjak sekolah menengah atas. kecewa atas sesuatu yang datangnya dari satu orang yang benar-benar disayang, benar-benar dipercaya, hingga pada akhirnya jatuh karena terpukul akan suatu hal yang tidak diinginkan terjadi.

ya kecewa itu datang. dan sampai saat ini masih ada rasa kecewa yang tersisa dan berbekas. oh, salah, ternyata itu hanya perkiraan, rasa kecewa itu bukan kali pertama dan terakhir, karena ada rasa kecewa yang baru datang dengan indahnya tanpa diundang. sebuah rasa kecewa yang bobotnya cukup sama, dengan objek yang berbeda, dengan takaran yang berbeda, namun memiliki dampak cukup besar. ya, kecewa ini cukup berbeda. kecewa akan terjadinya hal yang tabu terjadi, dan terjadi pada orang yang disayang, dan itu rasanya bagai meminum air darah sendiri. bayangkan saja, hanya bayangkan. 

ya sulit, rasa kecewa ini terlalu besar, sampai membutakan hati kecil untuk kembali menginjak kehidupan dengan lembaran warna putih yang penuh rasa damai. hingga pada akhirnya hanya bisa berdiri pada titik tengah, yaitu warna abu-abu. mencoba merasakan rasa hitam dan putih, dengan mengatur takarannya hingga berada pada titik seimbang antara kedua warna tersebut. seimbang. seperti aturan hidup, seimbang, sesuai porsinya. bilanglah, abu-abu ini bukan sebuah warna, katakanlah abu-abu ini hanya sebuah kamuflase untuk ketidakmampuan untuk mengiyakan antara hitam dan putih. ya, memang iya benar adanya. abu-abu ini cerminan rasa takut antara pilihan hitam dan putih. dan abu-abu ini hanya bisa mencerminkan ketiadaan atas nyali dan muka untuk menghadapi rasa kecewa ini. ya, tidak ada nyali untuk saat ini. tidak ada. lenyap. 

katakanlah, sosok insan muda ini sedang berada pada titik kritis. kritis akan hidup keras yang membuatnya menguras otak berlebih. padahal masih banyak sekali persoalan hidup yang mengantri untuk diurus satu persatu. dan memang, ternyata rasa kecewa ini mengambil alih hampir tiga perempat otak untuk minta diselesaikan. dan lagi-lagi, memang nyali ini masih bersembunyi, tidak ingin keluar.

ya, insan muda ini.. pengecut. tidak bernyali.

begitulah cerita antara hitam dan putih, tabu, dan kecewa.

No comments: